imam's

akhir-akhir ini ... disuguhi banyak berita tentang kampanye parpol yang ikut pemilu pada tahun ini. biasa, semua pada obral janji,.... dan berharap dicontreng. Kampanye di negara kita memang unik. disini saya lihat dari sisi media atau sarana "agitasinya". walaupun tidak semua parpol menggunakan media agitasi yang sama dalam hal menarik massa "rakyat" untuk ikut berkampanye, terutama kampanye rapat terbuka di lapangan atau di manapun.

beberapa parpol menghadirkan sarana "agitasi" dengan pendangdut dengan goyangan "erotiknya" seolah-olah paling bahenol. padahal kalau kita tinjau lebih lanjut, goyangan yang bahenol hanya akan menimbulkan sensasi / imajinasi seksual. kami nggak tahu apakah orasi-orasi mereka berbobot atau tidak. tapi yang jelas mereka para "caleg" meminta-minta dicontreng namanya atau nomor urutnya. tentu agar ia dapat jadi "anggota dewan yang terhormat".

kembali dengan sarana agitasi, jika sarana agitasi yang digunakan adalah dengan {maaf} memancing adrenalin "libido", lalu apa yang dikepala para caleg ini. terlepas, mungkin mereka ndak "on" tapi bahwa peradaban yang mulia tidak akan membiarkan hal tersebut terjadi. masyarakat / rakyat kini butuh langkah riel dari seluruh elemen bangsa "yang memiliki" jiwa kebangsaan dan kenegaraan yang berkeinginan dan berbuat untuk orang banyak dan masa depan bangsa, bukan untuk segelintir orang atau parpol mereka. jika dibandingkan di negara amerika "terlepas dari sisi negatifnya", bahwa masyarakat sana berduyun-duyun menghadiri kampanye karena mereka melihat dari sisi "visi" parpol yang kampanye atau karena ingin tahu lebih banyak mengenai visi calon-calon pemerintah. orator-orator mereka lebih atau sama kuatnya dengan artismenilik dari beberapa hal diatas, selayaknya kampanye bisa menjadi media positif bagi rakyat " terutama generasi muda" tentang pembelajaran berpolitik, bukan politik yang "sempit". mari kita berharap dan berdo'a semoga negeri ini dipimpin oleh orang-orang yang jujur dan betul-betul bekerja untuk rakyat agar hidupnya semakin bermartabat, negara maju dan keadilan sosial dapat terwujudkan.

bahwa nasib bangsa ini terletak juga di pundak kita....tentukan pilihan anda dengan seksama.

Read More …

Beberapa hari lagi pesta demokrasi akan segera berlangsung. Hajat lima tahunan sekarang
terbilang sangat mewah. Anggaran KPU untuk Pemilu di tahun 2009 sebesar Rp.
29.330.319.010. 955,- terdiri atas APBN Rp. 14.110.083.760. 955 dan Perkiraan
APBD Rp. 14.220.235.250, -. Sangat fantastis bila dijumlahkan dengan biaya yang
dikeluarkan oleh Partai dan Caleg. Beberapa pengamat politik memperkirakan bisa
mencapai ratusan triliun.

Agenda ini dirancang dan dilaksanakan untuk pembangunan. Karena memang sistem dinegara kita memang saat ini demikian.

Demokrasi telah memeras energi sangat banyak dan menguras dana yang sangat fantastis. Padahal sampai saat ini belum pernah terbukti keampuhannya menyejahterakan rakyat. Di negara kampium demokrasi sekalipun (AS) tingkat kemiskinan dan pengangguran sangat tinggi.

Demokrasi laksana racun berbalut madu. Oleh karenanya banyak orang yang tertipu. Alih-alih dapat menyembuhkan penyakit malah menyebabkan timbulnya berbagai penyakit ganas lainnya menjelma. Balutan madu yang menyelimuti racun ganas tersebut berupa mitos-mitos
seputar demokrasi yang selama ini secara masif dipropagandakan baik oleh para politisi maupun intelektual sekalipun.

Berikut beberapa mitos dan realitas demokrasi yang sebenarnya. Mudah-mudahan bermanfaat.

Pertama, Demokrasi :
Dari Rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Ucapan Abraham Lincoln tersebut hanyalah bualan semata. Faktanya kepala negara dan anggota parlemen di negara-negara demokrasi seperti AS dan Inggris sebenarnya mewakili kehendak para kapitalis. Para pemodal / konglomerat yang membiayai para politisi mulai dari kampanye sampai proses pemilihan anggota parlemen dan
presiden. Di Inggris, sebagian anggota parlemen adalah wakil dari para penguasa, tuan tanah, dan bangsawan aristokrat.

Intelektual pengkritik demokrasi seperti Gatano Mosca, Clfede, dan Robert Michels melihat demokrasi sebagai topeng ideologis yang melindungi tirani minoritas atas mayoritas. Dalam praktiknya yang berkuasa adalah kelompok kecil atas kelompok mayoritas..

Partai dan caleg membutuhkan dana yang sangat besar untuk mendongkrak popularitas agar rakyat memilihnya. Sementara kebanyakan partai dan caleg dananya sangat terbatas. Disinilah peran pengusaha dibutuhkan. Di sisi lain para pengusaha baik nasional maupun asing memiliki kepentingan untuk mengamankan bisnisnya. Kondisi inilah yang menjadikan gayung bersambut. Partai dan caleg akhirnya membuat kontrak politik yang menguntungkan para pengusaha..

Wal hasil di negara demokrasi keberadaan penguasa dan wakil rakyat di parlemen sejatinya bukan refresentasi dari rakyat, melainkan pengusaha yang telah berjasa kepadanya. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kebijakan dan UU yang selaras dengan kepentingan kapitalis, bukan demi rakyat yang telah memilihnya. UU SDA, UU Migas, UU Penanaman Modal, UU BHP, dll sangat jelas diproduksi untuk melayani kepentingan pengusaha / kapitalis asing.

Dari hal ini, jelaslah bahwa jargon demokrasi : dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat hanya bualan semata. Kenyataannya untuk melayani para kapitalislah demokrasi itu dijalankan.

Kedua, Demokrasi
menjanjikan kesejahteraan. Tidak ada relefansinya sama sekali antara tingkat demokratisasi dengan kesejahteraan rakyat. Meskipun Indonesia dinobatkan sebagai salah satu negara paling demokratis di dunia oleh IAPC (Asosiasi Internasional Konsultan Politik) tetapi kemiskinan dan kebodohan masih melanda mayoritas penduduk. Hal ini sangat jauh berbeda dengan negara Singapura yang meskipun tingkat demokratisnya di bawah Indonesia tetapi rangking kesejahteraan jauh di atas Indonesia. Adapun kesejahteraan yang dicapai oleh negara-negara
kapitalis barat bukan karena demokrasi, tetapi dikarenakan oleh kerakusannya merampok dan menjajah negara dunia ketiga dalam bentuk jerat ekonomi seperti pemberian utang, standarisasi mata uang dolar, privatisasi, exploitasi SDA dll.

Ketiga, Demokrasi dan kebebasan. Kebanyakan orang menganggap bahwa demokrasi memberikan jaminan kebebasan dalam berpendapat. Kenyataanya jauh panggang dari api. Tetap saja dalam demokrasi kebebasan berpendapat dibatasi oleh demokrasi itu sendiri.
Pendapat yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi atau yang akan mengancam sistem demokrasi tetap saja dilarang. Faktanya yaitu, kemenangan mutlak secara demokratis FIS di Aljajair dan Hamas di Palestina tidak dianggap karena mengancam kepentingan barat.

Contoh nyata paradok demokrasi lainnya telah dipertontonkan oleh salah satu negara maha guru demokrasi yakni Prancis dan beberapa negara Eropa lainnya. Di sana penggunaan jilbab dilarang dengan alasan mengancam sekularisme (yang merupakan asas tegaknya demokrasi), kelompok-kelompok Islampun dilarang bahkan dikaitkan dengan terorisme. AS juga telah memasung kebebasan pers terhadap stasiun Aljazeera. Banyak berita diprintir untuk kepentingan AS dalam perang Irak. Berita-berita yang mengancam kepentingan Irak disensor.

Ke empat, Demokrasi menciptakan stabilitas. Justru sebaliknya, kenyataannya demokrasi menciptakan instabilitas, kekacauan, dan konflik di tengah masyarakat. Masyarakat secara
inten dikutubkan dengan berbagai parpol. Konflik horizontalpun kerap kali terjadi paska pilkada yang menimbulkan suasana mencekam jauh dari kondusif. Selain itu dibukanya kran demokrasi bukan menjadikan NKRI semakin kuat dan solid, justru paska demokrasi Timor Timur lebas disusul berbagai daerah lainnya hingga saat ini sedang berusaha menyusul nasib Timor Timur.

Realitas demokrasi adalah alat penjajahan barat. Propaganda demokratisasi di dunia pada dasarnya tidak bisa dilepaskan dari kepentingan negara-negara kapitalis penjajah. Sebab, tujuan dari politik luar negeri negara kapitalis itu memang menyebarkan ideologi Kapitalisme, dengan demokrasi sebagai derivatnya. Tersebarnya nelai-nilai kapitalisme di dunia akan menguntungkan negara-negara kapitalis.

Demokrasi digunakan untuk menjauhkan dari sistem yang syamil. Sebab, demokrasi menyerahkan kedaulatan ke tangan manusia,. Atas nama menegakkan demokrasi dan memerangi terorisme, terjadi penjajahan, seperti yang terjadi di Irak dan Afganistan.

Dalam menyebarkan demokrasi negara-negara kapitalis melakukan berbagai penipuan dan kebohongan. Ide demokrasi dikemas sedemikian rupa sehinggga tampak bagus dan memberikan harapan.

Saudaraku renungkanlah, “Jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu …. Wallahu’alam... (dari seorang teman)
Read More …